Jumat, 04 Mei 2012

Mudharabah dalam Bank Syariah


Pendahuluan
Perbankan baik itu perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya meliputi 3 aspek pokok, yaitu penghimpunan dana (funding), pembiayaan (financing) dan jasa (service). Sedangkan dari sisi pembiayaan, perbankan syariah dapat menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, qardh, atau akad lain yang sesuai dengan syariah. Sedangkan kegiatan jasa yang dapat dilakukan oleh bank umum syariah berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diantaranya berupa akad hiwalah, kafalah, ijarah, dan lain-lain. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang mudharabah serta macam-macamnya.
Landasan Teori
Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank umum syariah dalam usaha untuk menghimpun dana dapat melakukan usaha dalam bentuk simpanan berupa tabungan, giro atau bentuk lainnya baik berdasarkan akad wadi’ah, mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan.
Kegiatan jasa yang dapat dilakukan oleh bank umum syariah berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diantaranya berupa akad hiwalah, kafalah, ijarah, dan lain-lain.
Pembahasan
1.            Pengertian Mudharabah
Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk berniaga.
Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh yang berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya.
     Menurut istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.




2.            Hukum Mudharabah dan Dasar Hukumnya.
a.         Al-Qur’an
        Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al-
Muzzammil ayat 20 :
Artinya : “....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....”.
(Al-muzammil : 20)
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).
        Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.
b.  As-sunnah
        Di antara hadis yang di berkaitan dengan mudharabah adalah hadis yang di riwayatkan olehIbn majah dari Shuhaib bahwa nabi SAW. Bersabda, yang artinya:
“ tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang di tangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”
(HR.Ibn Majah dari Shuhaib)
c.  Ijma
        Di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat menyatakan bahwa jamaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak di tentang oleh yang lainnya.
d. Qiyas
        Mudharabah di qiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hatanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang yang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian dengan adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golonngan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.


3.       Rukun dan Syarat Mudharabah
       Menurut Jumhur Ulama berpendapat bah wa rukun mudharabah, sebagaimana juga jenis pengelolaan usaha lainnya, memiliki tiga rukun, yaitu:
1. Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola).
2.  Objek transaksi kerjasama, yaitu modal, usaha dan keuntungan.
3. Pelafalan perjanjian (shighat). Shighat adalah, ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighat ini terdiri dari ijab qabul.
       Syarat Mudharabah :
1.      Adanya dua pelaku atau lebih
           Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Pada rukun pertama ini, keduanya disyaratkan memiliki kompetensi (jaiz al-tasharruf), dalam pengertian, mereka berdua baligh, berakal, rasyid (normal) dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan, keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim. Sebab, seorang muslim tidak dikhawatirkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya, dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap pengelolaan modal dari pihak muslim, sehingga terbebas dari praktek riba dan haram.
2.      Modal
           Ada empat syarat modal yang harus dipenuhi.
a)      Modal harus berupa alat tukar atau satuan mata uang (al-naqd).
b)      Modal yang diserahkan harus jelas diketahui Modal diserahkan harus tertentu.
c)      Modal diserahkan kepada pihak pengelola, dan pengelola menerimanya langsung, dan dapat beraktivitas dengannya.
4.        Jenis-Jenis Mudharabah
1.         Mudharabah Muthlaqah (General Investment)
 a)   Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana yang di investasikannya. Mudharib di beri wewenang penuh mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha dan jenis pelayanannya.
 b)   Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa.

2.    Mudharabah Muqayyadah
 a)   Shahubul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang di berikan oleh shahibul maal. Misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu saja, tempat tertentu, waktu tertentu, dan lain-lain.
 b) Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special investment.

5.        Manfaat Mudharabah
1.    Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.    Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negatif spread.
3.    Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.    Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.    Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

6.        Resiko Mudharabah
1.         Side streaming : nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang di sebut dalam kontrak.
2.         Lalai dan kesalahan yang di sengaja.
3.         Penyembunyian keuntungan oleh nasabah apabila nasabahnya tidak jujur.
Kesimpulan
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.  
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang di tuangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu di akibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Jenis- jenis mudharabah, yaitu Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Daftar Pustaka
education.poztmo.com/2011/.../makalah-perbankan-syariah-sistem.ht...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar